Senin, 12 April 2010

musik indonesia sekarang...hancur????

Saya keanny, saya penikmat musik dan saya mendengarkan musik apa saja selama itu berkualitas menurut saya dalam segi apapun, lirik, nada, atau bahkan gaya si pemusiknya.Semua saya rasakan dengan hati, dengan perasaan.Itu saya.....bagaimana dengan bisnis musik? Apakah masih berhubungan dengan rasa atau perasaan?

Pertanyaan ini wajar di lontarkan banyak orang termasuk saya, karena pertumbuhan jumlah musisi (atau yang mengaku musisi) berbanding terbalik dengan kualitas yang ada.


Banyak yang berpendapat bahwa musik di indonesia saat ini dari segi kualitas menurun drastis.Secara pribadi, saya setuju dengan pendapat diatas.Namun ini penilaian yang subjektif, karena kualitas atau bagus tidak nya sebuah musik menurut saya dinilai oleh rasa dan persepsi orang terhadap sebuah musik, atau kita bilang selera.Oleh karena itu penilaian tiap-tiap individu terhadap sebuah musik dapat berbeda-beda.


Tapi fenomena lagu melayu atau band pop ”murah” yang marak beredar di tv dan bahkan radio-radio yang kita kenal idealis terkadang masih memutar lagu-lagu mainstream ini.Yang menurut saya band-band melayu ini sama sekali tidak memiliki kualitas.Salah siapakah ini?salah musisinya kah?atau salah label?atau bahkan salah media dan konsumer nya?

Menurut saya, ini tidak bisa dibilang kesalahan per individual dan juga tidak bisa dibilang siapa yang memulai.Tapi kalau kita telaah musik melayu dengan lirik murah yang paling pertama booming di indonesia adalah RADJA.Pemunculan band ini sempat di cemooh karena muncul di era band pop.Namun tanpa disangka band ini disukai oleh konsumen di daerah dan kesuksesan band ini kemudian memacu para pelaku industri musik untuk berlomba membuat musik melayu karena demand nya yang tinggi dari para konsumer.Disini lah muncul efek domino, ketika demand dari konsumen nya tinggi maka industri pun mengikuti demand itu, dengan memproduksi lebih banyak lagi band-band dengan aliran yang sama.Kemudian industri media seperti tv dan radio mengikuti, untuk mempertahankan ratingnya, mereka mulai memutar lagu-lagu dan video klip band melayu.Bahkan kini musik2 pop ”murah” ini didukung oleh RBT yang benar2 menghilangkan sakralitas sebuah album musik.Dengan cukup satu single, maka uang mengalir masuk.Berhentikah disitu?tidak , dengan intensitas pemutaran yang tinggi lagu-lagu ini tanpa disadari mengubah persepsi masyarakat mengenai musik melayu ini jadi sebuah tren, dan seakan tidak memberi pilihan lain selain lagu-lagu atau musik-musik seperti itu.Bahkan saya sangat setuju dengan pendapat Eko Yudhiyanto Music Director Cosmopolitan fm di wawancaranya dengan majalah Rolling Stones yang mengatakan bahwa radio turut serta dalam penurunan kualitas musik.




Jadi pada akhirnya, ini merupakan sebuah kesalahan bersama karna ada semacam siklus atau putaran yang sulit dihentikan.Pihak consumer, costumer, media, pelaku musik dan industri memiliki interkoneksi sendiri dalam masalah ini.Bahkan mungkin saya atau anda sudah mulai menurunkan standart musikalitas agar dapat tetap menikmati musik negri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar